ACEH BESAR || Deretan bibit mangrove yang sudah mati nampak terlihat jelas dari jalanan Ujung Pancu. Mangrove tersebut ditanam bulan november lalu oleh salah satu lembaga yang fokus terhadap rehabilitasi mangrove di Gampong Lamteungoh. Disepanjang pantai ujung pancu kita bisa melihat mangrove-mangrove yang sudah mati tersebut berjejer rapi seperti shaf shalat.
Di Gampong Lam Badeuk kita akan melihat pemandangan yang sedikit berbeda, banyak pohon mangrove yang sudah tumbuh besar dan lebat. Ada sedikit perbedaan yang jelas tergambar antara mangrove yang ada di Gampong Lamteungoh dan Lam Badeuk. Mangrove di Lamteungoh banyak yang sudah mati, hanya beberapa yang nampak masih hidup, sedangkan mangrove di Gampong Lam Badeuk sudah tumbuh besar dengan tinggi kurang lebih setinggi orang dewasa.
Gampong Lam Badeuk dan Lamtengoh berada di Kecamatan Peukan Bada Kabupaten Aceh Besar. “Sebelum tsunami 2004, mangrove di Ujung Pancu sangat lebat dan banyak, mangrovenya tumbuh dari Ujung Pancu sampai ke Ule Lheu” ujar Irma, salah satu warga Ujung Pancu.
 



Mangrove Rehabilitasi yang sudah mati

Tsunami 26 Desember 2004 silam telah banyak menghancurkan tumbuhan mangrove. Banyak mangrove yang ikut tersapu oleh gelombang tsunami. Satu tahun setelah tsunami terjadi banyak dari NGO asing dan berbagai LSM yang melakukan rehabilitasi mangrove seperti Wetland, WWF (World Wildlife Fund), KuAla (Koalisi Advokasi untuk Laut Aceh), BRR (Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi), KANIVASU dan lain sebagainya. Penanaman mangrove diwilayah Aceh Besar dilakukan di Daerah Lhoong, Leupung, Ujung Pancu, Lampanah Leungah dan lain sebagainya. Lembaga-lembaga tersebut juga bekerja sama dengan masyarakat sekitar untuk melakukan penanaman mangrove.
Air laut pada sore itu dalam keadaan surut, sehingga memungkinkan siapa pun untuk ke pantai dan melihat mangrove-mangrove lebih dekat. “Mangrove di Gampong Lamteungoh sekarang sudah sangat berbeda jauh, puluhan ribu mangrove yang sudah ditanam tapi banyak yang mati karena faktor tanah yang tidak sesuai”. ujar Fauzi salah satu warga Gampong Lamtengoh.
Hal yang sama juga diungkapkan oleh Dewi, Outreach officer dari WWF “faktor tanah yang tidak bagus menjadi penyebab mangrove banyak yang mati di Ujung Pancu, selain itu ada juga faktor binatang ternak yang menganggu”.
Di Gampong Lam Badeuk kita bisa melihat dengan jelas mangrove yang sudah tumbuh dengan baik dari jalan. namun, lebih mendekati laut akan terlihat jelas beberapa mangrove yang terancam mati. Bila di lihat lebih dekat, daun mangrove tersebut banyak yang dimakan oleh binatang ternak.



 Daun-daun mangrove banyak yang dimakan ternak

Data dari Dinas Kelautan dan Perikanan Aceh Besar dalam acara semiloka pengelolaan perikanan berkelanjutan pada tanggal 29 Maret 2012 menyebutkan bahwa luasan mangrove di Aceh Besar pada tahun 2012  seluas 133,94 Ha.
“Kendala utama gagalnya rehabilitasi mangrove di Ujung Pancu disebabkan oleh beberapa hal, seperti teknik penanaman yang salah, dan juga tidak adanya kesesuaian bibit yang akan ditanam” tambah Marzuki yang juga merupakan sekjen dari KuAla.
 

Penanaman mangrove tanpa ajir (penyangga)

Lebih lanjut Dosen Fakultas Kelautan dan Perikanan Irma Dewiyanti, M.Sc menjelaskan bahwa teori dari penyebab kegagalan rehabilitasi mangrove bisa disebabkan oleh pasang surut, arus, tanah, hama penyakit seperti ulat, teritip dan ketam selain itu ada juga hewan ternak yang mengangu. Beliau juga menjelaskan bahwa penelitian yang telah dilakukan menemukan hampir 100 ekor teritip yang menempel pada satu batang akar mangrove.



Hama teritip yang biasanya menyerang mangrove rehabilitasi

“Buah mangrove yang akan dijadikan bibit sebaiknya ditutup terlebih dahulu dengan menggunakan kain basah atau goni basah untuk mengurangi bau khas dari buah yang akan ditanam dan sebaiknya bibit yang ditanam berasal dari lokasi setempat”. Tambah Dosen Fakultas Kelautan dan Perikanan tersebut.
Beliau juga menjelaskan untuk menghindari teritip sebaiknya bibit ditanam di daerah payau dan sebaiknya dibuat persemaian bibit mangrove sebelum dilakukan penanaman.
Marzuki menjelaskan bahwa mangrove memiliki beragam manfaat, “mangrove bisa merendam angin diwilayah pesisir, pemukiman penduduk terjaga dari abrasi gelombang laut, menjadi tempat pencarian ikan bagi masyarakat, penyaring antara wilayah darat dan laut dan juga dapat dijadikan sebagai ekowisata”.
“Dulu sebelum tsunami banyak ibu-ibu yang mencari rezeki dari mangrove biasanya mereka mencari kerang, kepiting dan udang” tambah Fauzi.
“Mangrove rehabilitasi tidak akan bisa hidup dengan baik tanpa penjagaan dari masyarakat. Masyarakat adalah salah satu aset penting yang bisa menjaga pertumbuhan mangrove, marilah sama-sama kita menjaga mangrove agar dapat tumbuh dengan baik kedepannya” ajak Marzuki.


Tulisan ini merupakan tugas akhir untuk sekolah jurnalisme pada tahun 2015